artha w rumahorbo (10-047)
mona sriukur s (10-047)
Fenomena 1: Sekolah Gagal Didik Pelajar
Yaitu mengenai banyaknya masalah tawuran dan pergaulan bebas di kalangan pelajar. Sementara guru BP tidak berfungsi.
Pembahasan:
Hampir di setiap sekolah terutama di tingkat SLTP maupun SMU/SMK terdapat guru BP, apakah memang guru yang ditunjuk sebagai guru bimbingan dan penyuluhan lulusan program studi Bimbingan dan Penyuluhan atau guru bidang ilmu lainnya yang ditunjuk oleh kepala sekolah untuk menjadi guru bimbingan dan penyuluhan. Terlepas dari itu, yang jelas guru Bimbingan dan Penyuluhan adalah guru yang memiliki tugas yang sama dengan guru bidang studi lainnya, yakni bagaimana upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ada 5 fungsi dari bimbingan sekolah:
- Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
- Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambatperkembangan dirinya.
- Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
- Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
Jika 5 fungsi ini dapat dijalankan dengan baik tentu tidak akan ada masalah seperti dalam kasus di atas (tawuran, pergaulan bebas). Namun yang menjadi masalah adalah apakah guru BP di sekolah itu dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Apakah guru BP dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan namanya, bimbingan dan penuluhan, atau hanya sekedar sebagai algojo sekolah.
Menurut kami, harusnya disini peran guru BP dapat membuat siswa menjadi lebih terbuka dengan guru-guru. Sehingga ketika siswa memiliki masalah, entah itu pribadi terhadap teman-teman ataupun masalah dengan pelajaran di sekolah mereka bisa mensharingkan dengan guru BP dan guru BP bisa memotivasi si anak untuk menyelesaikan masalahnya. Dengan demikian emosi yang berlebihan dari siswa dapat dinetralisir sehingga mengurangi tawuran antar siswa dan mencegah adanya tindakan-tindakan yang salah, seperti pergaulan bebas. Di tambah lagi peran guru BP juga bisa memberi penyuluhan tak hanya terhadap anak tapi juga bisa terhadap orang tua dan guru-guru yang lain. Sehingga ketika si anak memiliki masalah orang tua juga bisa menindaklanjuti sebab adanya penyuluhan dan keterbukaan antar guru dan orang tua.
Sumber Pembahasan dan Teori:
Fenomena 2: Lagi, Potret Buram Pendidikan Indonesia
Mengenai pendidikan di Indonesia, yang terkadang hanya berpihak pada orang-orang yang mampu.
Sumber:
Pembahasan:
Me nurut kami, dalam hal ini oran g tua tidak bisa disalahkan. Orang tua tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak seorang pun menginginkan ketidakmampuan. Sebenarnya, pendidikan mahal itu hal yang wajar asal pelayanan dan fasilitas sekolah sesuai dengan sejauh mana kata ‘mahal’ itu. Karena tidak selamanya orang pintar berasal dari kalangan mampu. Jadi yang perlu membuka mata itu adalah pemerintah. Seba iknya pemerintah memperbaiki kebijakan yang ada. Memang ada sekolah gratis pemerintah, namun kualitasnya masih kurang sehingga orang tua yang kurang mampu pun merasa kurang percaya dengan kualitas pendidikannya. Selain itu terkadang sekolah gratis itu tidak benar-benar gratis, masih ada pembayaran ini itu. Pemerintah sudah membuat kebijakan APBN sebesar 20% untuk pendidikan, oleh karena itu dana yang ada hendaknya betul-betul disalurkan untuk kepentingan pendidikan.
Selain itu, orang tua dan anak-anak yang kurang mampu harusnya juga jangan langsung putus asa kalau putus sekolah, anak masih bisa mencari kegiatan lain yang juga mengembangkan kemampuan belajarnya yang pernah ia dapat di SLTP, dalam lingkungan sehari-hari. Karena tiap orang dapat menjadi guru, tiap tempat dapat menjadi sekolah, dan tiap waktu dapat dipakai belajar. Intinya, kita dapat belajar dari siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Tidak hanya sebatas pertemuan belajar-mengajar murid-guru di kelas.
Fenomena 3: Pendidikan dalam Keluarga
Mengenai pendidikan dalam keluarga, terutama peran ayah dan ibu.
Pembahasan:
Pendidikan di keluarga sangat penting. Keluar galah yang pertama kali mengajarkan kita berbagai hal. Keluarga banyak memberi asupan pengajaran yang benar sebagai bekal kita untuk hidup di dunia luar lungkungan keluarga kita. Di keluarga kita dididik bagaimana sopan terhadap orang lain, hormat, bag aimana beretika. Keluarg a mampu memotivasi kita dalam belajar, keluarga tempat pengaduan kita. Bagaimana kita mampu bertahan di dunia luar itu disebabkan karena adanya keluarga yang selalu memotivasi kita, mendidik kita untuk bisa mandiri.
Memang tidak semua keluarga mengajarkan bagaimana kita bisa bertahan hidup di dunia luar, kadang ada kelurga yang membirakan anaknya belajar dari lingkungan di luar kelurga. Namun, bagaimanapun pendidikan yang didapat si anak nantinya di luar lingkungan keluarga, entahkah di sekolah, rumah ibadah, teman-teman, pendidikan yang pertama kali kita dapat itu berasal dari keluarga, lebih spesifiknya orang tua.
Peran orang tua dalam mendidik anak di keluarga itu sangat penting. Seperti yang kita ketahui, ada 2 hal yang mempengaruhi kepribadian seorang anak, yaitu faktor nature dan nurture. Faktor nature dalam hal ini tak lain dan tak bukan adalah genetik yang diwariskan oleh ayah dan ibu. Jadi orang tua harusnya lebih tahu bagaimana seharusnya seorang anak yang darah daging nya sendiri, yang mewariskan sebagian sifat nya. Kemudian faktor nurture, dalam hal ini faktor nurture adalah lingkungan si anak dibesarkan. Salah satunya pastinya adalah lingkungan keluarga dan sekitar. Orang tua harusnya sudah tahu bagaimana kondisi rumah mereka dan bagaimana si anak menanggapi situasinya itu. Jadi orangtua juga harus mendidik anak dengan kemampuan mereka.
Di lingkungan keluarga juga komunikasi antara anak dan orangtua itu sangat penting. Selain itu, antar anggota keluarga harus saling melengkapi. Contohnya, peran ibu yang baik bisa mengatasi kekurangan ayah yang jarang di rumah. Bukan berarti peran ayah bisa berkurang, namun ayah harus tetap berperan dalam mendidik anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar