TEORI PERKEMBANGAN
KULTURAL-HISTORIS
LEV S. VYGOTSKY
“Semua
fungsi psikologis yang lebih tinggi (proses kognitif) memiliki karakteristik
psikologis umum yang membedakannya dari semua proses mental lainnya. Mereka itu
merupakan proses penguasaan reaksi kita sendiri melalui berbagai cara”.
PRINSIP PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS
Tujuan
Vygotsky adalah menciptakan psikologi yang secara teoritis dan metodologis
sederajat dengan tugas meneliti karakterisik manusia yang unik.
Asumsi Dasar
Ada
tiga bidang yang membentuk analisis Vygotsky terhadap perkembangan kapabilitas
mental manusia.: (a) hakekat kecerdasan manusia; (b) deret baris perkembangan
psikologis manusia yang berbeda, biologis, dan kultural historis; dan (c)
desain metode eksperimental untuk investigasi proses psikologis yang dinamis.
Hakekat kecerdasan manusia menurut
Vygotsky mencakup empat topic yang saling berkaitan:
Perbedaan antara hewan dan manusia,
Landasan filosofis yang membentuk basis
teorinya,
Konsep perangkat psikologis,
Pengaruh sistem symbol (perangkat
psikologis)terhadap perkembangan manusia.
Deret
perkembangan biologis dan kultura-historis menganalisi perbedaan antara perilku
hewan dan manusia menimbulkan identitas dua deret perkembangan psikologis yang
berbeda secara kualitatif. Satu deret menyatakan bahwa faktor-faktor biologis
adalah bagian dari proses evolusi. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan
sistem saraf sentral dan pertumbuhan fisik dan kedewasaan. Dalam spesies
manusia, faktoe biologis mendominasi bulan-bulan awal masa kehidupan,
bertanggungjawab atas persepsi sederhana, memori natural, atau langsung dan
atensi evoluntari (involuntary). Kemunculan
fungsi mental elementer ini juga disebut sebagai perkembangan alami atau primitif.
Dalam metode eksperimental-genetik
(development) Vygotsky mendeskripsikan proses perkembangan kogtif sebagai
proses yang kompleks dan terus berubah, namun para peneliti tidak meneliti
proses ini. Sebaliknya, mereka hanya mengimplementasikan satu model—situasi stimulus—respons.
Meksi para psikolog telah memepelajari konstelasi stimuli yang berbeda dan
beragam reaksi, mereka belum mengambil langkah fundamental untuk melampaui
model tersebut.
Model Perkembangan
Kognitif
Lambang-lambang adalah stimuli artifisial
yang diperkenalkan ke dalam tugas psikologis yang mengubah hakekat dari
aktivitas mental. Eksperiment Vygotskian mengidentifikasi empat tahap dalam
belajar yang menggunkan lambang guna menguasai pikiran. Dalam tahap pertama,
anak mengandalkan proses mental alamiah, tetapi tidak sukses (tahap lamiah atau
primitif). Kemudian, dalam tahap psikologi naïf, anak berusaha menggunakan
stimuli bantuan, namun tidak mengetahui peran psikologisnya. Pada tahap ketiga,
penggunaan lambang eksternal, anak usia sekolah membuat hubungan verbal antara
stimuli bantuan dan objek tugas. Terkahir, pada level perkembangan yang lebih
tinggi, individu mengkonstruksi stimuli verbal i9nternal untuk menguasai
pikirannya.
Vygotsky mengidentifikasi dua hokum yang
berkaitan dengan penggunaan lambang. Hukum pertama menyatakan arti penting transmisi
dari bentuk perilaku langsung atau alamiah ke penggunaan lambang dalam tugas
kognitif. Hukum lainnya menekankan restrukturisasi pemikiran yang terjadi dalam
transisi pengandalan lambang eksternal (stimuli bantuan) ke pemikiran verbal
internal.
PRINSIP PEMBELAJARAN
Vigotsky mendeskripsikan
transformasi dari persepsi sederhana , atensi involunteri dan memori sederhana
ke dalam persepsi kategoris, pemikiran konseptual, memori logis, dan atensi
yang diatur sendiri. Meskipun dia tidak secara tegas mnyebutkan prinsip pembelajaran,
dia mengidentifikasi beberapa persyaratan untuk pembelajaran.
Pelajaran melunis merupakan salah
satu subjek terpenting pada tahun awal-awal sekolah, karena menulis memerlukan
tindakan dan analisi sadar. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan symbol,
mengamati sintaksis yang tepat, mengkonseptualisasikan penerima pesan, dan
mengembangkan motivasi untuk menulis.
Selain menulis, pada tahap formasi
selanjutnya penting artinya untuk mengembangkan pengetahuan sadar dan control atas
pemikiran. Anak kecil membentuk kumpulan objek tidak teratur dan koneksi
antar-onjek yang dibangun oleh anak prasekolah bersifat sembarangan. Namun,
dalam tahap keyiga pembentukan konsep, anak usia sekolah secara akurat memilih
contoh konsep berdasarkan karakteristik visual. Tahap ini, pembentukan pseudoconcept, mendahului tahap
pemikiran konseptual yang sesungguhnya, yang didasarkan pada pembentukan
jaringan konsep. Pemikiran konseptual yang sesungguhnya melibatkan konsep
secara logis. Tahap pemikiran ini berkembang melalui belajar konsep dalam
bidang subjek yang berbeda-beda dan belum lengkap hingga usia remaja.
Selain itu,guru bekerja sama dengan
siswa individual pada masalah tertentu, menjelaskan, menanyakan, mengoreksi,
dan meminta penjelsan dari anak. Guru adalah “bentuk ideal” dari perilaku, yang
merupakan model dan pedoman dalam perkembangan anak. Terakhir, membantu
menyelesaikan tugas dengan mengontrol elemen yang berada di luar kemampuan
pemelajar merupakan hal yang tidak konruen dengan pendapat Vygotsky tentang
pembelajaran. Berbagi tugas, dalam tulisan-tulisan lisannya, terjadi selama
penilaian kapabilitas anak yang baru muncul, bukan dalam pembelajaran
selanjutnya.
Tinjauan Teori
Vygotsky menekankan fungsi mental
yang kompleks mengenai persepsi kategoris, memori logis, pemikiran konseptual,
dan atensi yang diatur sendiri. Potensi untuk pemgembangan kapabilitas ini
ditentukan oleh warisan cultural-historis dari kultur anak dan pengalaman
sosial anak.
Kunci untuk perkembangan mental yang
kompleks adalah penguasaan lambang dan simbol kultur sebagai sarana untuk
menguasai pemikiran. Penciptaan dan penggunaan lambang arbriter mengubah sifat psikologis
dari proses seperti persepsi, memori, dan atensi menjadi bentuk yang lebih
kompleks.
Prinsip dasar perkembangan kognitif
yang diidentifikasi oleh Vygotsky mencakup dua cabang perkembangan kognitif cultural,
hokum penggunaan lambang, dan hokum umum genetic. Yang esensial dalam
perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi adalah interaksi dengan orang
dewasa yang berpengetahuan untuk mengembangkan baik itu makna simbol kultural maupun
berpikir tentang kultur. Yang juga penting dalam proses ini adalah imitasi dan
penemuan oleh pemelajar dalam mengaplikasikan tindakan yang dicontohkan selama
interaksi orang dewasa-siswa.
Gredler, Margaret E. (2011). Learning and
Instructional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana.
`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar